Selasa, 17 Januari 2012
MAKALAH
FIQIH JINAYAH SIYASAH
Tentang
SPEKTRUM
POLITIK ISLAM DAN PRINSIP-PRINSIP POLITIK ISLAM
Oleh
Kelompok 11
YOSI HANURA
309 053
Dosen
Pembimbing
DR. Efrinaldi,
M.Ag
JURUSAN
MUAMALAH (A) FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM
BONJOL PADANG
1433
H / 2011 M
BAB
I
PENDAHULUAN
Politik merupakan pemikiran yang mengurus
kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hukum atau
aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik Islam berisi: mewujudkan
persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hukum
secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah
dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji.
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh
pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman
tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidup.
Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaman
termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist
permasalahan politik juga tertuang didalamnya.
Berdasarkan dua pedoman hidup tersebut umat
Islam bisa menjalankan kehidupannya dengan baik termasuk juga mengatur hidup
bernegara berdasarkan aturan yang sudah ditentukan dalam Islam sebagaimana yang
telah di tetapkan oleh Rasulullah pada masa hidupnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
SPEKTRUM PEMIKIRAN
POLITIK ISLAM DAN PRINSIP-PRINSIP POLITIK ISLAM
A.
Spektrum Pemikiran
Politik Islam
Dewasa ini
dalam dunia Islam terdapat tiga spektrum
yang berkembang mengenai hubungan Islam dengan negara, yaitu:
1.
Spektrum
Integralistik
Spektrum ini
dalam bahasa Arab dinamakan dengan al-Islam din wa daulah[1],
pemikiran ini mengatakan bahwa Islam bukanlah semata-mata agama, yang hanya
membahas masalah Tauhid belaka, melainkan mencakup semua aspek-aspek pengaturan
tentang kehidupan manusia termasuk mengatur dalam hal bernegara. Maka hubungan
antara negara dengan agama (Islam) tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lain, karena menjadi satu kesatuan. Negara menjadi satu lembaga politik
yang mengayomi kepentingan agama. Agama dan hukum Islam (syari’ah) dapat
diberlakukan dengan kawalan negara (para penguasa). Model seperti ini sudah
diberlakukan saat kehidupan Rasul di Madinah, Khulafa al-Rasyidun dan
dinasti-dinasti sesudahnya. Konsep negara seperti ini dikenal dengan teokrasi. Tokoh-tokoh
utama dari aliran ini yaitu : Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, Muhammad Rasyid
Ridha, dan Abul A’la al-Maududi, dan lain-lain[2].
2.
Spektrum
Sekularistik
Aliran ini dalam bahasa Arab dinamakan dengan al-Islam din laa
siyasah, aliran ini mengatakan bahwa
Islam tidak ada hubungannya dengan negara, Islam adalah agama semata yang
membahas tentang Tuhan, sementara negara berdiri sendiri. Jelas terlihat dalam ajaran ini bahwa Nabi
Muhammad adalah seorang Rasul semata, bukan sebagai kepala negara.
Tokoh
aliran ini yang terkemuka diantaranya Ali Abd Al-Raziq dan Thaha Husein[3].
3.
Spektrum
Simbiotik
Dalam bahasa Arab dinamakan dengan al-Islam din wa mabadi
al-siyasy. Maka dalam aliran ini negara dan agama berhubungan karena sama-sama membutuhkan.
Agama menjadi bagian yang terpenting dalam urusan negara, karena tanpa agama
dapat terjadi dekadensi moral.
Aliran ini
berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat seperangkat tata nilai etika dan
prinsip-prinsip bagi kehidupan bernegara. Islam tidak meletakkan satu pola baku
tentang teori negara atau sistem politik, bahkan istilah negara (dawlah) pun
tidak terdapat dalam al-Qur’an. Meski terdapat berbagai ungkapan dalam
al-Qur’an yang merujuk atau seolah-olah merujuk kepada kekuasaan politik dan
otoritas, akan tetapi ungkapan-ungkapan ini hanya bersifat insidenta dan tidak
ada pengaruhnya bagi teori politik. Meski demikian, al-Qur’an mengandung
nilai-nilai dan ajaran-ajaran yang bersifat etis mengenai aktifitas sosial yang
mencakup prinsip-prinsip tentang “keadilan, kesamaan, persaudaraan, dan
kebebasan”. Atas dasar ini, sepanjangnegara berpegang kepada prinsip-prinsip
seperti itu, maka mekanisme yang diterapkannya adalah sesuai dengan
ajaran-ajaran Islam, pemikiran ini antara lain dikembangkan oleh Muhammad
Husein Haikal[4].
B.
Prinsip-prinsip
Politik Islam
Prinsip-prinsip dasar politik tersebut dapat diuraikan, yaitu :
1.
Kedaulatan, yang
mengatakan bahwa kekuasaan itu adalah amanah. Kedaulatan yang mutlak dan
legal adalah milik Allah. Kedaulatan ini terletak di dalam kehendak-Nya seperti
yang dapat dipahami dari syari’ah. Syari’ah sebagai sumber dan kedaulatan yang
aktual dan konstitusi ideal, tidak boleh dilanggar. Sedang masyarakat Muslim,
yang diwakili oleh konsensus rakyat atau kesepekatan umat memiliki kedaulatan dan hak untuk
mengatur diri sendiri.
2.
Syura dan ijma’. Mengambil keputusan di dalam semua urusan kemasyarakatan
dilakukan melalui konsensus dan konsultasi dengan semua pihak. Kepemimpinan
negara dan pemerintahan harus ditegakkan
berdasarkan persetujuan rakyat melalui pemilihan secara adil, jujur, dan
amanah. Sebuah pemerintahan atau sebuah kekuasaan yang ditegakkan dengan
cara-cara non-syari’ah adalah tidak dapat ditolerir dan tidak dapat memaksa
kepatuhan rakyat.
3. Semua warga negara dijamin hak-hak
pokok tertentu. Menurut Subhi
Mahmassani dalam bukunya Arkan Huquq al-Insan, beberapa hak warga
negara yang perlu dilindungi adalah: jaminan terhadap keamanan pribadi, harga
diri dan harta benda, kemerdekaan untuk
mengeluarkan pendapat dan berkumpul, hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara
adil tanpa diskriminasi, hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan
medis dan kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktifitas-aktifitas
ekonomi.
4.
Hak-hak Negara. Semua
warga negara, tanpa
terkecuali meskipun rakyat jelata
sekalipun atau yang bertentangan
pendapat dengan pemerintah, harus tunduk kepada otoritas/kekuasaan negara yaitu kepada hukum-hukum dan peraturan negara.
5. Hak-hak Khusus dan batasan-batasan bagi warga negara yang non-Muslim namun tetap memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena Indonesia adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan keputusan yang
memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr), mereka harus
sanggup menjunjung tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip dan kerangka
kerja konstitusional pemerintahan seperti ini, terungkap dalam
Konstitusi Madinah atau “Piagam Madinah” pada era kepemimpinan Rasulullah di
Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural atau menyeluruh.
6.
Ikhtilaf dan Konsensus yang menentukan.
Perbedaan-perbedaan pendapat diselesaikan berdasarkan keputusan dari suara
mayoritas yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat. Prinsip mengambil
keputusan menurut suara mayoritas ini sangat penting untuk mencapai tujuan
bersama.
Menurut Abdul Qadir Audah dalam bukunya Al-A’mal al-Kamilah:
Al-Islam wa Audha’una al-Qanuniyah (1994: 211-223)
prinsip-prinsip dalam politik Islam adalah sebagai berikut: 1) Persamaan yang
komplit; 2) Keadilan yang merata; 3) Kemerdekaan dalam pengertian yang sangat
luas; 4) Persaudaraan; 5) Persatuan; 6) Gotong royong (saling membantu); 7) Membasmi
pelanggaran hukum; 8) Menyebarkan sifat-sifat utama; 9) Menerima dan
mempergunakan hak milik yang dianugerahkan Tuhan; 10) Meratakan kekayaan kepada
seluruh rakyat, tidak boleh menimbunnya; 11) Berbuat kebajikan dan saling
menyantuni; dan 12) Memegang teguh prinsip musyawarah).
Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
yaitu sebagai berikut :
1.
Musyawarah.
Musyawarah
merupakan jalan untuk menemukan kebenaran dan mengetahui pendapat yang paling
tepat. Al-Quran memerintahkan musyawarah dan menjadikannya sebagai satu unsur
dari unsur-unsur pijakan negara Islam.
2.
Keadilan.
Musyawarah
adalah dasar hukum dalam Islam dan manhaj kehidupan kaum muslimin, yang
pada hakikatnya berlandaskan keadilan yang sangat bertentangan sekali dengan
kesewenang-wenangan penguasa dan tidak mengikut sertakan rakyat dalam membahas
perkara. Prinsip ‘mengkritik penguasa’, termasuk diantara tuntutan keadilan.
Begitu juga halnya dengan prinsip ‘persamaan hak’ dan kebebasan serta hak asasi
manusia, sesungguhnya berlaku adillah dasarnya.
3.
Kebebasan
Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik
Islam ialah kebebasan yang berlandaskan kepada amar makruf dan kebajikan.
Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi
sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi
undang-undang perlembagaan negara Islam.
4.
Persamaan
Persamaan di
sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan
dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh
undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuasa undang-undang.
Para pakar politik dan hukum Islam yang menguraikan prinsip-prinsip negara
dalam syari’at Islam banyak berbeda pendapat, namun dari uraian diatas dapat simpulkan bahwa prinsip-prinsip negara dalam Islam itu adalah : 1) prinsip tauhid (kekuasaan/jabatan
pemerintahan itu sebagai amanah); 2) prinsip keadilan; 3) prinsip kedaulatan
rakyat; 4) prinsip musyawarah; 5) prinsip kesamaan di hadapan hukum (equality
before the law) ; 6) prinsip kebebasan rakyat; 7) prinsip persatuan;
8) prinsip persaudaraan; 9) prinsip gotong-royong dalam ridha Ilahi; 10)
prinsip kepatuhan rakyat; 11) prinsip perdamaian; 12) prinsip kesejahteraan;
13) prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Spektrum pemikiran politik Islam dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Spektrum
Integralistik
2.
Spektrum
Sekularistik
3.
Spektrum
Simbiotik
Dalam
sistem kenegaraan dapat digunakan salah satu spektrum yang sesuai dengan
keadaan suatu negara.
Prinsip-prinsip negara dalam Islam
ada yang berupa prinsip-prinsip
dasar yang mengacu pada teks-teks syari’ah yang jelas dan tegas. Selain itu,
ada prinsip-prinsip tambahan yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam
fikih.
Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
yaitu sebagai berikut :
1.
Musyawarah.
2.
Keadilan.
3.
Kebebasan
4.
Persamaan
B.
Saran
Dalam
pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
pembuatan ataupun penulisan makalah kami ini maka kami minta kritikan yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami ini
DAFTAR PUSTAKA
Efrinaldi, Fiqih Siyasah Paradigma Politik
Islam dan Dinamisasi di Indonesia, Jakarta: Transmisi Media, 2009
http://efrinaldi.multiply.com/journal/item/8
Langganan:
Postingan (Atom)